Kamis, 16 Agustus 2012

She's Gone

Ini fan fiction pertama yang saya post. Jadi, mohon dimaklumi jika ada kesalahan atau keanehan dalam cerita walau memang cerita ini aneh. Happy reading ^^~

She’s Gone 
               
SkyDragon, Thriller, Love, Fantasi
Hafi Ism
Lee Chaerin as Me
Kwon Jiyong as Jiyong
Yang Hyunsuk as Appa


Aku beranjak bangkit dari tidurku yang tak nyenyak, menuju ke kamar mandi yang berada di lantai bawah. Sambil membasuh wajahku di wastafel, kutatap cermin mengkilap di hadapanku. “Hey,” ucapku tanpa sadar. Aku tertegun diam memandangi wajahku yang basah di dalam cermin itu. “Serahkan padaku,” ucap mulutku. Tunggu, aku tidak berkata-kata apa pun. Mulutku diam saja, tapi kenapa aku yang di dalam cermin itu tak bergerak seperti yang kulakukan?
Aku yang di cermin malah mengambil handuk kecil yang tergantung di dekatnya, dan mengeringkan wajahnya. Padahal aku hanya diam.
          Tangannya menempel di muka cermin. Sementara aku hanya bengong tak mengerti, ini pasti mimpi. Tapi entah apa, aku mencoba juga menempelkan tanganku di muka cermin, hingga tangan kami saling bersentuhan.
          …
          Ada apa ini? Kami bertukar tempat?? Apa aku berada di dalam cermin? Semua serba terbalik disini. Aku yang di seberang sana tersenyum licik dan melangkah mendekati pintu keluar. “Jamkaman!! K-kau mau kemana??” tanyaku panik sambil menonton diriku yang lain. Ia hanya terus tersenyum dan mematikan lampu hingga ruangan ini menjadi gelap, sungguh gelap. Kulihat sekilas ia berjalan keluar pintu, dan mengunciku disini. “HYAA!!” aku menoleh ke pintu yang ada di sampingku, di tempat yang nyata. Sial, ini juga terkunci!
          Ruangan gelap ini membuatku ketakutan. Ditambah lagi aku merasa sakit ketika aku memukul kepalaku dengan botol shampoo. Itu artinya ini bukanlah mimpi. Tapi aku dimana? Tak ada bayanganku di dalam cermin. Apakah aku sudah mati? Andwae! Aku belum mau mati. Walaupun aku adalah anak angkat, walau anjing kesayanganku dari keluarga Yang baru saja mati, walau sahabat-sahabatku sudah tak peduli denganku, dan walau Jiyong menolak pernyataan cintaku, tetap saja aku tak mau mati! Keluarkan aku dari sini!!.
          …

          “Kemarilah..” ucap diriku yang lain dari dalam cermin. Ia sudah kembali rupanya. Aku bangkit dari dudukku di lantai dan menghampirinya. Seketika pakaian yang kukenakan basah dengan bercak merah. Tangan kiriku juga tiba-tiba menggenggam sebuah pisau yang juga berlumurkan cairan merah. “A-apa ini?” gumamku ketakutan sambil menatap diriku yang lain dengan penuh tanda tanya. Tapi diriku yang lain ini hanya melirik ke samping kirinya, ke arah pintu. Aku juga ikut menoleh ke samping kananku.
          “Ji-jiyong..” tanganku bergetar hebat dan kujatuhkan pisau yang kugenggam. “Apa yang telah kau lakukan, hah?! Cepat kembalikan aku ke duniaku!!” teriakku kembali menatap diriku di cermin. Ia pun menempelkan tangannya di cermin seperti tadi, begitu juga aku.
          Aku terjatuh bertumpu di lantai kamar mandi rumahku. Dan sambil merangkak, aku mendekati Jiyong yang tersungkur di dekatku dengan lumuran darah di bagian perut kirinya. “Jiyong-ah..” panggilku pelan. “Siapa yang melakukan ini padamu? Apa itu aku?” sambungku pada Jiyong yang masih sedikit tersadar. Ia menggigit bibir bawahnya sambil menahan sakit. “Ani.. Bukan kau,” jawabnya sambil tersenyum lemah. “Bagaimana bisa? Sementara aku yang memegang pisau ini! Aku yang telah melukaimu, Jiyong! Aku!!” tangisku menarik Jiyong ke dalam pangkuanku.
          “Percayalah.. Itu bukan kau, Chaerin..” ucap Jiyong getir. Ia mengenggam erat tanganku dengan tangannya yang bersimpuh darah. “Itu hanya mimpi burukmu..” lanjutnya berusaha tersenyum palsu.
          Sebenarnya apa yang terjadi? Aku benar-benar tidak mengerti.
          “Mianhae.. Aku menolakmu kemarin.. Aku menyukaimu, tapi aku hanya ingin melihat seberapa besar cintamu.. Mianhae jika aku sudah menyakitimu,” ucapnya lemah. “Saranghae, Chaerin..”
          …
          Aku bersyukur Jiyong masih hidup. Ia berada di rumah sakit sekarang. Dan aku baru saja kembali dari kantor polisi. Aku tak tahu apa yang terjadi, aku hanya tersadar di depan cermin toilet kantor polisi. Tapi Appa bilang, “Kau ini kenapa? Jangan memutar balikkan kenyataan, Jiyong baik-baik saja. Jangan bicara sembarangan, Jiyong yang berusaha membunuh dirinya sendiri,” setelah aku berkata “Aku telah berusaha membunuh Jiyong,”.
          “Kenapa? Bukankah kau benci pada Jiyong? Harusnya kau berterimakasih padaku karena sudah membelamu, jika tidak, mungkin kau berada di sel penjara sekarang,” ucap wanita yang bicara dengan nada licik di dalam cermin. Kami bertemu lagi di kamar mandi rumahku. “Bukankah kau pernah bilang, ‘andai saja aku tak mengenal namja sialan itu, aku tak akan terus mengunci diriku di dalam kamar seperti ini’? Aku sudah mengatakan itu padanya, pada namja sialan itu. Ia harus merasakan penderitaanmu juga, dan ini pantas untuknya. Berada di rumah sakit, haha,”
          “Kubunuh kau..” ucapku kali ini dengan sadar. Aku mengepal erat tangan kananku dan bersiap. “Arrayo, mari kita coba,” sahutnya dan tiba-tiba menghilang dari dalam cermin. “Dimana kau? Jangan melakukan hal licik!” gerutuku mencari-carinya di dalam cermin.
          Seseorang menepuk bahuku. Dan itu adalah diriku sendiri yang kini berada dalam satu ruangan denganku. “Jika kau mati, aku akan menjadi Lee Chaerin dengan nyata, kehidupanmu akan jadi milikku,” ucap kembaranku ini. “Jika kau yang mati?” tanyaku sambil melepas jaket yang kupakai. “Kau tetaplah kau,” jawabnya.
          Bugh!
          Aku memukul wajahnya tanpa basa-basi. “Asal kau tahu,” ucapnya sambil mengusap darah yang mengalir dari mulutnya. “Jiyong akan segera tiba disini,” lanjutnya dan hendak memukulku, aku menghindar.
          Kami berkelahi sangat sengit. Berkali-kali aku terjatuh di lantai, dan ia memukul wajahku bertubi-tubi. Dan berkali-kali aku membenturkan kepalanya di dinding. Terdengar kejam, ‘kan? Tapi inilah aku dan aku. Aku dengan diriku. Ya, Me and Myself.
          “AARGHHH!!!” geramku mendorong diriku sendiri ke sudut ruangan. Dan menekan bahunya dengan kedua tanganku. Kini kami sama-sama berdarah-darah. “Kau bukanlah Chaerin.. Sampai kapanpun kau bukanlah Chaerin!!” teriakku dan memukul wajahnya sekali lagi. Kali ini ia sudah mulai lemah, begitu juga aku. Jantungku berdetak cepat sekali, nafasku memburu hebat. Sebenarnya aku tak mengerti, aku sedang berusaha membunuh diriku sendiri?
          “Apa aku yang menang?” tanyaku terduduk di lantai berhadapan dengan diriku yang tersandar lemas di sudut ruangan. “Aku belum mati..” elaknya sambil tersenyum licik. Aku menoleh ke samping, dan mengambil pecahan vas bunga di dekatku. Ah, ini benda yang bagus. Melihat wanita yang terkapar di hadapanku, ia akan mudah sekali kuhabisi dengan ini. “Say goodbye,”
          …      
Tiba-tiba pintu terbuka, dan muncullah Jiyong dengan pakaian rumah sakitnya. “Chaerin!” panggilnya menghampiriku yang tergeletak kelelahan di lantai. “Apa yang terjadi?” tanyanya dan berusaha membangunkanku. Wajahnya pucat. “Di-dimana dia?” gumamku melihat ke sudut ruangan yang bersih, tak ada diriku yang lain ataupun darahnya. Dan, pakaian yang kukenakan tak ada bercak darah? Luka-luka di tubuhku hilang? Semuanya sudah kembali seperti semula?
“Gwenchana, jagiya.. Ia sudah pergi, tenanglah,” ucap Jiyong menarikku dalam pelukannya. Jagiya? Apa ia baru saja memanggilku dengan ‘Jagiya’? Ini bukan mimpi ‘kan? Dan dia sudah benar-benar pergi. Everything’s is okay now I guess. “Kau hanya terlalu terobsesi dengan lagu She’s Gone-ku. Aku yang salah. Mianhae..” ia memelukku erat dan mengusap-usap kelapaku dengan lembut.
She’s gone, huh?
It’s my obsession, huh?

~END~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar